BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Multikulturalisme adalah sistem keyakinan dan perilaku yang
mengakui dan menghormati kehadiran semua kelompok yang beragam dalam suatu
organisasi atau masyarakat, mengakui sosial-budaya mereka yang berbeda, dan
mendorong dan memungkinkan kontribusi melanjutkan mereka dalam konteks budaya
inklusif yang memberdayakan semua dalam organisasi atau masyarakat.
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik
pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan
manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas. Pendidikan multikultural
adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa
membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status
ekonomi seseorang. Pendidikan multikultural (multicultural education)
merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang
kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk
sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi
sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas
konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti
yang luas. Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan
sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling
memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat.
Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa
agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan
demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa
secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di
berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah
dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum
menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan
dialek, dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara
mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan
persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras,
etnik, budaya dan kelompok status sosialnya. Pembelajaran berbasis
multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan,
kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan
multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju
kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan
multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan
pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum
yang berperan bagi kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan
siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi
kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda
etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa
untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu
siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka,
menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar
kelompok masyarakat. Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya
mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai
perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap
positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa relevansi pembelajaran berbasis
multikultural dalam pendidikan?
2. Bagaimana dimensi dan
pendekatan pembelajaran berbasis
multikultural dalam pendidikan ?
3. Bagaimana langkah pengembangan
pembelajaran berbasis multikultural dalam pendidikan?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui relevansi
pembelajaran berbasis multikultural dalam pendidikan.
2. Untuk mengetahui dimensi dan
pendekatan pembelajaran berbasis
multikultural dalam pendidikan.
3. Untuk mengetahui langkah
pengembangan pembelajaran berbasis multikultural dalam pendidikan
1.4 Manfaat
Penulisan
Memberikan
wawasan kepada pembaca mengenai pembelajaran berbasis multikultural, khususnya
dilihat dari segi relevansi, dimensi, pendekatan serta langkah pengembangannya
dalam dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Relevansi Pembelajaran Berbasis Multikultur dalam Pendidikan
Rasional tentang pentingnya
pembelajaran multikultural, karena strategi pendidikan ini dipandang memiliki
keutamaan-keutamaan, terutama dalam:
1. Memberikan terobosan baru pembelajaran
yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa
sehingga tercipta manusia (warga negara) antar budaya yang mampu menyelesaikan
konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent);
2. Menerapkan pendekatan dan strategi
pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan
memiliki kandungan afeksi yang kuat;
3. Model pembelajaran multikultural
membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan
efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun
kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat
yang serba majemuk;
4. Memberikan kontribusi bagi bangsa
Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang
timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
Kondisi
keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan
potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang
merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap
etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang
menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras
lain (Jones, dalam Liliweri, 2003). Terjadinya tidak saling mengenal identitas
budaya orang lain, bisa mendorong meningkatnya prasangka terhadap orang lain,
berupa sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang
diekspresikan sebagai perasaan. Prasangka juga diarahkan kepada sebuah kelompok
secara keseluruhan, atau kepada seseorang hanya karena itu adalah anggota
kelompok tertentu. Secara demikian, prasangka memiliki potensi dalam
mengkambinghitamkan orang lain melalui stereotipe, diskriminasi dan penciptaan
jarak sosial. Melalui pembelajaran multikultural, subyek belajar dapat mencapai
kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi. Dengan kata lain,
variabel sekolah terbentuk dimana besar kelompok rasial dan etnis yang memiliki
pengalaman dan hak yang sama dalam proses pendidikan. Pelajar mampu mengembangkan
keterampilannya dalam memutuskan sesuatu secara bijak. Mereka lebih menjadi
suatu subyek dari pada menjadi obyek dalam suatu kurikulum. Mereka menjadi
individu yang mampu mengatur dirinya sendiri dan merefleksi kehidupan untuk
bertindak secara aktif. Mereka membuat keputusan dan melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan konsep, pokok-pokok masalah yang mereka pelajari. Mereka
mengembangkan visi sosial yang lebih baik dan memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta mengkonstruksinya dengan sistematis dan empatis. Seharusnya
guru mengetahui bagaimana berperilaku terhadap para pelajar yang bermacam-macam
kulturnya di dalam kelas. Mereka mengetahui perbedaan-perbedaan nilai-nilai dan
kultur dan bentuk-bentuk perilaku yang beraneka ragam.
2.2 Dimensi dan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Multikultural dalam
pendidikan
James A. Banks, mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan
multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan
beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa), yaitu:
1.
Dimensi
integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh
guru untuk memberikan keterangan dengan ‘poin kunci’ pembelajaran dengan
merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan
kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang
yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu
guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang
semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan
pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa
pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan
dengan materi multikultural.
2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge
construction). Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami
beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin
pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman
para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri;
3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice
ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam
mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh,
ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki
kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya,
pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih
positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud
adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan
kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan
terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah
dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan
kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural
atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat
membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras
yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para
pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
4. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable
pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas
pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa
dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan
sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk
kerjasama (cooperative learning), dan bukan dengan cara-cara yang
kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan
yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis
kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan
khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan
memperoleh kesempatan belajar.
5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah
dan struktur sosial (empowering school culture and social structure).
Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah
yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk
menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang
beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya
berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi
ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon berbagai perbedaan yang
ada di sekolah.
Pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di
kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok tunggal (Single Group
Studies) dan pendekatan perspektif ganda (Multiple Perspektives Approach).
Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian
kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk membantu siswa dalam
mempelajari pandangan-pandangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh
karena itu, harus tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan,
pakaian, rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang
kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan,
politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada
isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji.
Sedangkan pendekatan perspektif ganda (Multiple
Perspectives Approach) adalah pendekatan yang terfokus pada isu tunggal
yang dibahas dari berbagai perspektif kelompok-kelompok yang berbeda. Pada
umumnya, guru-guru memiliki berbagai perspektif dalam pembelajarannya. Dalam
kaitan ini, Bannet dan Spalding menyarankan agar pembelajaran menggunakan
pendekatan perspektif ganda, dengan alasan pendekatan itu nampak lebih efektif.
Pendekatan perspektif ganda membantu siswa untuk menyadari
bahwa suatu peristiwa umum sering diinterpretasikan secara berbeda oleh orang
lain, dimana interpretasinya sering didasarkan atas nilai-nilai kelompok yang
mereka ikuti. Solusi yang dianggap baik oleh suatu kelompok (karena solusi itu
sesuai dengan nilai-nilainya), sering tidak dianggap baik oleh kelompok lainnya
karena tidak cocok dengan nilai yang diikutinya.
Keunggulan pendekatan perspektif ganda ini terletak pada
proses berpikir kritis terhadap isu yang sedang dibahas sehingga mendorong
siswa untuk menghilangkan prasangka buruk. Interaksi dengan pandangan kelompok
yang berbeda-bebada memungkinkan siswa untuk berempati. Siswa yang rendah
prasangkanya menunjukkan sikap yang lebih sensitif dan terbuka terhadap
pandangan orang lain. Mereka juga mampu berpikir kritis, karena mereka lebih
bersikap terbuka, fleksibel, dan menaruh hormat pada pendapat yang berbeda.
Bahan pelajaran dan aktivitas belajar yang kuat aspek
afektifnya tentang kehidupan bersama dalam perbedaan kultur terbukti efektif
untuk mengembangkan perspektif yang fleksibel. Siswa yang memiliki rasa empati
yang besar memungkinkan dia untuk menaruh rasa hormat terhadap perbedaan cara
pandang. Tentu saja hal itu akan mampu mengurangi prasangka buruk terhadap
kelompok lain. Membaca buku sastra multietnik dapat mengurangi stereotipe
negatif tentang budaya orang lain. Pendekatan perspektif ganda mengandung dua
sasaran yaitu meningkatkan empati dan menurunkan prasangka. Empati terhadap
kultur yang berbeda merupakan prasyarat bagi upaya menurunkan prasangka.
2.3 Langkah Mengembangkan Pembelajaran Berbasis
Multikultural
Ada beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian dalam
mengembangkan pembelajaran berbasis multikultural, diantaranya:
1.
Melakukan Analisis Faktor Potensial Bernuansa Multikultural
Analisis faktor yang dipandang penting dijadikan
pertimbangan dalam mengembangkan model pembelajaran berbasis multikultural,
yang meliputi: (a) tuntutan kompetensi mata pelajaran yang harus dibekalkan
kepada peserta didik berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills),
dan etika atau karakter (ethic atau disposition); (b) tuntutan belajar
dan pembelajaran, terutama terfokus membuat orang untuk belajar dan menjadikan
kegiatan belajar adalah proses kehidupan; (c) kompetensi guru dalam menerapkan
pendekatan multikultural. Guru sebaiknya menggunakan metode mengajar yang
efektif, dengan memperhatikan referensi latar budaya siswanya. Guru harus
bertanya dulu pada diri sendiri, apakah ia sudah menampilkan perilaku dan sikap
yang mencerminkan jiwa multikultural; (d) analisis terhadap latar kondisi
siswa. Secara alamiah siswa sudah menggambarkan masyarakat belajar yang
multikultural. Latar belakang kultur siswa akan mempengaruhi gaya belajarnya.
Agama, suku, ras/etnis dan golongan serta latar ekonomi orang tua, bisa menjadi
stereotipe siswa ketika merespon stimulus di kelasnya, baik berupa pesan
pembelajaran maupun pesan lain yang disampaikan oleh teman di kelasnya. Siswa
bisa dipastikan memiliki pilihan menarik terhadap potensi budaya yang ada di
daerah masing-masing: (e) karakteristik materi pembelajaran yang bernuansa
multikultural. Analisis materi potensial yang relevan dengan pembelajaran
berbasis multikultural, antara lain meliputi: (1) menghormati perbedaan antar
teman (gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan budaya); (2)
menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-masing;
(3) kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (4) membangun kehidupan
atas dasar kerjasama umat beragama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan; (5)
mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antra bangsa-bangsa; (6)
tanggung jawab daerah (lokal) dan nasional; (7) menjaga kehormatan diri dan
bangsa; (8) mengembangkan sikap disiplin diri, sosial dan nasional; (9)
mengembangkan kesadaran budaya daerah dan nasional; (10) mengembangkan perilaku
adil dalam kehidupan; (11) membangun kerukunan hidup; (12) menyelenggarakan
‘proyek budaya’ dengan cara pemahaman dan sosialisasi terhadap simbol-simbol
identitas nasional, seperti bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera
Merah Putih, Lambang negara Garuda Pancasila, bahkan budaya nasional yang
menggambarkan puncak-puncak budaya di daerah; dan sebagainya.
2.
Menetapkan Strategi Pembelajaran Berkadar Multikultural
Pilihan strategi yang digunakan dalam mengembangkan
pembelajaran berbasis multikultural, antara lain: strategi kegiatan belajar
bersama-sama (Cooperative Learning), yang dipadukan dengan strategi
pencapaian konsep (Concept Attainment) dan strategi analisis nilai (Value
Analysis), strategi analisis sosial (Social Investigation). Beberapa
pilihan strategi ini dilaksanakan secara simultan, dan harus tergambar dalam
langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian,
masing-masing strategi pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang
berbeda. Strategi Pencapaian Konsep, digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam
melakukan kegiatan eksplorasi budaya lokal untuk menemukan konsep budaya apa
yang dianggap menarik bagi dirinya dari budaya daerah masing-masing, dan
selanjutnya menggali nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah asal
tersebut.
Strategi cooperative learning,
digunakan untuk menandai adanya perkembangan kemampuan siswa dalam belajar
bersama-sama mensosialisasikan konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya
dalam komunitas belajar bersama teman. Dalam tataran belajar dengan pendekatan
multikultural, penggunaan strategi cooperative learning, diharapkan
mampu meningkatkan kadar partisipasi siswa dalam melakukan rekomendasi
nilai-nilai lokal serta membangun cara pandang kebangsaan. Dari kemampuan ini,
siswa memiliki keterampilan mengembangkan kecakapan hidup dalam menghormati
budaya lain, toleransi terhadap perbedaan, akomodatif, terbuka dan jujur dalam
berinteraksi dengan teman (orang lain) yang berbeda suku, agama etnis dan
budayanya, memiliki empati yang tinggi terhadap perbedaan budaya lain, dan
mampu mengelola konflik dengan tanpa kekerasan (conflict non violent).
Selain itu, penggunaan strategi cooperative learning dalam
pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas proses belajar siswa,
suasana belajar yang kondusif, membangun interaksi aktif antara siswa dengan
guru, siswa dengan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan strategi analisis nilai,
difokuskan untuk melatih kemampuan siswa berpikir secara induktif, dari setting ekspresi
dan komitmen nilai-nilai budaya lokal (cara pandang lokal) menuju kerangka dan
bangunan tata pikir atau cara pandang yang lebih luas dalam lingkup nasional
(cara pandang kebangsaan).
Bertolak dari keempat strategi pembelajaran di atas, pola
pembelajaran berbasis multikultural dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri
siswa terhadap nilai-nilai keberbedaan dan keberagaman yang melekat pada
kehidupan siswa lokal sebagai faktor yang sangat potensial dalam membangun cara
pandang kebangsaan. Dengan kesadaran diri siswa terhadap nilai-nilai lokal,
siswa di samping memiliki ketegaran dan ketangguhan secara pribadi, juga mampu
melakukan pilihan-pilihan rasional (rational choice) ketika berhadapan
dengan isu-isu lokal, nasional dan global. Siswa mampu menatap perspektif
global sebagai suatu realitas yang tidak selalu dimaknai secara emosional, akan
tetapi juga rasional serta tetap sadar akan jati diri bangsa dan negaranya.
Kemampuan akademik tersebut, salah satu indikasinya ditampakkan oleh siswa
dalam perolehan hasil pembelajaran yang dialami.
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan
kegiatan belajar siswa adalah laporan kerja (makalah), unjuk kerja dan
partisipasi yang ditampilkan oleh siswa dalam pembelajaran dengan cara diskusi
dan curah pendapat, yang meliputi rasional berpendapat, toleransi dan empati
terhadap menatap nilai-nilai budaya daerah asal teman, serta perkembangan
prestasi belajar siswa setelah mengikuti tes di akhir pembelajaran. Selain itu,
kriteria lain yang dapat digunakan adalah unjuk kerja yang ditampilkan oleh
guru di dalam melaksanakan pendekatan multikultural dalam pembelajarannya.
Guru
yang bersangkutan selalu terlibat dalam setiap fase kegiatan pembelajaran, baik
dalam kegiatan diskusi dan refleksi hasil temuan awal, penyusunan rencana
tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dalam pelaksanaan tindakan, diskusi
dan refleksi hasil pelaksanaan tindakan, dan penentuan/penyusunan rencana
tindakan selanjutnya dalam pencapain tujuan pembelajaran.
\
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Pendidikan
multikultural (multicultural education) merupakan strategi pendidikan
yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik
sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini
sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan
dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya,
keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005).
Relevansi
pembelajaran berbasis multikultural yaitu Memberikan terobosan baru
pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau
mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antar budaya yang mampu
menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent);Menerapkan
pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses
interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat;Model pembelajaran
multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih
efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam
membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat yang serba majemuk;Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam
penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di
masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
Ada 5
dimensi pendekatan pembelajaran berbasis multikultural diantaranya (1) dimensi
integrasi isi/ materi, (2) dimensi konstruksi sosial, (3) dimensi pengurangan
prasangka, (4) dimensi pendidikan yang sama dan adil, (5) dimensi pemberdayaan
budaya sekolah dan struktur sosial. Langkah pengembangan nya ada 2 yaitu melakukan
analisis faktor potensial bernuansa multikultural dan menetapkan strategi
pembelajaran berkadar multikultural
3.2
Saran
Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, dan dapat dijadikan bahan
acuan dalam pembuatan tulisan selanjutnya tentang pembelajaran berbasis
multikultural dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Liliweri. 2003. Makna Budaya
dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: LkiS
Mahfud, Choirul. 2005. Pendidikan Multikultural. Yogjakarta:
Pustaka Pelajar
https://safnowandi.wordpress.com/2012/11/15/pembelajaran-berbasis-multikultural/
diakses (20/6/2015).